Senin, 24 Oktober 2011

APENDICITIS AKUT



A.      Definisi
       Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisitis verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997).
       Appendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)
       Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbal cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)

B.       Etiologi
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi
Yaitu :
       Factor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena :
v  Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
v  Adanya faekolit dalam lumen appendiks
v  Adanya benda asing seperti biji – bijian
v  Fekalis/ massa keras dari feses




C.       Patofisiologi
Appendisitis yang terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra luminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Appendiks terinflamasi berisi pus.

PATHWAYS

     Idiopatik                        makan tak teratur                   Kerja fisik yang keras
 

                                                Massa keras feses
                                   
                                                Obstruksi lumen
                                   
                                        Suplay aliran darah menurun
                                                Mukosa terkikis
 

          Perforasi                      Peradangan pada appendiks                 distensi abdomen
          Abses
          Peritonitis                                 Nyeri
                                                                                                            Menekan gaster

               Appendiktomy                pembatasan intake cairan             peningk prod HCL                                                                            

              Insisi bedah                                                                       mual, muntah
                                             Resiko terjadi infeksi
                 Nyeri                                                                             Resiko Kurang Vol Cairan





D.      Manifestesi klinis
1.      Nyeri kuadran kanan bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual, dan sering kali muntah.
2.      Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rectum kanan.
3.      Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare
4.      Tanda rovsing dapat timbul dengan mempalpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran kanan bawah
5.      Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.

E.       Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
1.      Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2.      Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

F.        Komplikasi
Apabila tindakan operasi terlambat, timbul komplikasi sebagai berikut :
Ø  Peritonitis generalisata karena ruptur appendiks
Ø  Abses hati
Ø  Septi kemia

G.      Penatalaksanaan
a.         Perawatan prabedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri
Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri tekan lepas), peninggian laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri tekan rectal pada sisi kanan. Pasien disuruh istirahat di tempat tidur, tidak diberikan apapun juga per orang. Cairan intravena mulai diberikan, obat – obatan seperti laksatif dan antibiotik harus dihindarijika mungkin.
b.         Terapi bedah : appendicitis tanpa komplikasi, appendiktomi segera dilakukan setelah keseimbangan cairan dan gangguan sistemik penting.
c.         Terapi antibiotik, tetapi anti intravena harus diberikan selama 5 – 7 hari jika
appendicitis telah mengalami perforasi.


ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A.      Pengkajian
1.      Identitas klien
2.      Riwayat Keperawatan
3.      Riwayat kesehatan saat ini ; keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
4.      Riwayat kesehatan masa lalu
5.      Pemeriksaan fisik
a.       Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
b.      Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
c.       Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
d.      Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
e.       Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
6.      Pemeriksaan penunjang
a.         Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
b.         Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.

B.       Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan Pre op :
1.    Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
2.    Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.
3.    Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
4.    Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.

Perencanaan
1.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi dengan
Kriteria :
-        Pernapasan normal.
-        Sirkulasi normal.

Intervensi :
1)      Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
R/: Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
2)      Anjurkan pernapasan dalam.
R/: Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
3)      Lakukan gate control.
R/: Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.
4)      Beri analgetik.
R/: Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).


2.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan
Kriteria :
-        Klien tidak diare.
-        Nafsu makan baik.
-        Klien tidak mual dan muntah.

Intervensi :
1)      Monitor tanda-tanda vital.
R/ : memonitor keadaan umum
2)      Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
R/: Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
3)      Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
R/: Untuk meminimalkan hilangnya cairan.

3.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
Intervensi :
1)      Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
R/: menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
2)      Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
R/: Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
3)      Timbang berat badan sesuai indikasi
R/: Mengawasi keefektifan secara diet.
4)      Beri makan sedikit tapi sering
R/: Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
5)      Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
R/: Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
6)      Tawarkan minum saat makan bila toleran.
R/: Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
7)      Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
R/: Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
8)      Memberi makanan yang bervariasi
R/: Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.

4.      Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur
Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.
Intervensi :
1)      Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
R/: Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.
2)      Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
R/: Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.
3)      Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
R/: Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.


Diagnosa keperawatan Post op :
1.         Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan insisi pembedahan (Ingnatavicius; 1991).
2.         Potensial terjadi infeksi dengan invasi kuman pada luka operasi (Doenges; 1989 ).
3.         Kecemasan sehubungan dengan kurangnya informasi dari team kesehatan akan
penyembuhan penyakit (Ingnatavicius; 1991 ).


Perencanaan
Dari diagnosa keperawatan diatas maka dapat disusun rencana perawatan sesuai dengan
prioritas masalah kesehatan, yaitu :
1.       Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan : Nyeri berkurang dalam waktu kurang dari 24 jam
             Kriteria Hasil :
-        Klien menyatakan nyeri berkurang, tidak takut melakukan mobilisasi,
-        Klien dapat istirahat dengan cukup.
-        Skala nyeri sedang

            Rencana Tindakan :
1)        Beri penjelasan pada klien tentang sebab dan akibat nyeri.
       R/ : Penjelasan yang benar membuat klien mengerti sehingga dapat diajak                bekerja sama.
2)        Ajarkan teknik relaksasi dan destraksi.
       R/ : Dapat mengurangi ketegangan atau mengalihkan perhatian klien agar dapat
          mengurangi rasa nyeri.
3)        Bantu klien menentukan posisi yang nyaman bagi klien.
       R/ : Penderita sendiri yamg merasakan posisi yang lebih menyenangkan sehingga
         mengurangi rasa nyeri.
4)        Rawat luka secara teratur daan aseptik.
       R/ : Perawatan luka yang teratur dan aseptik dapat menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada luka operasi.
5)        Beri obat analgesik
       R/: Analgesik dapat mengurangi rasa nyeri.

2.      Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan invasi kuman pada luka operasi.
Tujuan : Infeksi pada luka operasi tidak terjadi.
 Kriteria hasil :
-        Tidak ada tanda – tanda infeksi (rubor, dolor ) luka bersih dan kering.

Rencana tindakan :
1)        Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya perawatan luka dan tanda – tanda atau gejala infeksi.
R/: Penderita akan mengerti pentingnya perawatan luka dan segera melapor bila ada tanda
– tanda infeksi
2)         Rawat luka secara teratur dan aseptik.
R/: Perawatan luka yang teratur dan aseptik dapat menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada luka operasi.
3)        Jaga luka agar tetap bersih dan kering.
R/: Media yang lembab dan basah merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
4)        Jaga kebersihan klien dan lingkungannya.
R/: Mengetahui sedini mungkin tanda – tanda infeksi pada luka operasi.
5)        Observasi tanda – tanda vital.
R/: mengobservasi keadaan umum pasien
6)         Kolaborasi dengan dokter untuk antibiotik yang sesuai.
R/: antibiotik untuk mencegah proses infeksi dalam tubuh

3.      Kecemasan sehubungan dengan kurangnya informasi team kesehatan akan
penyembuhan penyakit
Tujuan : Rasa cemas berkurang
 Kriteria hasil :
-        Klien dapat mengekspresikan kecemasan secara konstruktif,
-        Klien dapat tidur dengan tenang dan berkomunikasi dengan teman sekamarnya.

Rencana Tindakan :
1)        Jelaskan keadaan proses penyebab dan penyakitnya
R/: Dengan penjelasan diharapkan klien dapat mengerti sehingga klien menerima dan beradaptasi dengan baik.
2)         Jelaskan pengaruh psikologis terhadap fisiknya (Penyembuhan penyakit).
R/: Pengertian dan pemahamannya yang benar membantu klien berfikir secara konstruktif.
3)        Jelaskan tindakan perawatan yang akan diberikan.
R/: Dengan penjelasan benar akan menambah keyakinan atau kepercayaan diri klien




DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC

Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC

Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart.  Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. K\Jakarta. EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar