A. Konsep Dasar
1
Pengertian
Menurut
WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi
neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak
yang terjadi secara spontan bukan olek karena trauma kapitis, disebabkan oleh
karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (UPF, 1994)
2
Anatomi fisiologi
a
Otak
Berat otak manusia
sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar
yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak),
dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang
merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan
voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan
mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis
yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis
yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan
menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii
posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu
tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya
adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap
tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks
yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk,
menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung
yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan
serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan
pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus
dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi
subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti
sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang
ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi
tubuh. Epitalamus berperanan pada
beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan
pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai
ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
b
Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 %
curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk
metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri
karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri
ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang
dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis
interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum,
menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi
suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal
ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial)
lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria
vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri
basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di
sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula oblongata,
pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis,
aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan
kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama)
ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena
emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)
3
Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter
100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah
tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma
tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang
tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar
mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang
“abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi
pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka
perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan
merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya
dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya.
Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi
neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi
otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat
volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan
intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya
drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis.
Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada
perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi
perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999)
4
Dampak masalah
a
Pada individu
1)
Gangguan perfusi jaringan otak
Akibat
adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral,
edema otak
2)
Gangguan mobilitas fisik
Terjadi
karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif
3)
Gangguan komunikasi verbal
Akibat
menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kelemahan
otot wajah
4)
Gangguan nutrisi
Akibat
adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu
makan yang menurun
5)
Gangguan eliminasi uri dan alvi
Dapat
terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol
miksi
6)
Ketidakmampuan perawatan diri
Akibat
adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol
otot, menurunnya persepsi kognitif.
7)
Gangguan psikologis
Dapat
berupa emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri, ketakutan, perasaan
tidak berdaya dan putus asa.
8)
Gangguan penglihatan
Dapat
terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b
Pada keluarga
1)
Terjadi kecemasan
2)
Masalah biaya
3)
Gangguan dalam pekerjaan
B. Asuhan Keperawatan
1
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan
landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi
arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan,
yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan.
(Lismidar, 1990)
a
Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual,
kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup
klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
1)
Identitas klien
Meliputi
nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.
2)
Keluhan utama
Biasanya
didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3)
Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)
4)
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat
hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
5)
Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
6)
Riwayat psikososial
Stroke
memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini
dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7)
Pola-pola fungsi kesehatan
a)
Pola persepsi dan tata laksana
hidup sehat
Biasanya
ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b)
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya
keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c)
Pola eliminasi
Biasanya
terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus.
d)
Pola aktivitas dan latihan
Adanya
kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e)
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran
untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
f)Pola hubungan dan peran
Adanya
perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g)
Pola persepsi dan konsep diri
Klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h)
Pola sensori dan kognitif
Pada pola
sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola
kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i)
Pola reproduksi seksual
Biasanya
terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j)
Pola penanggulangan stress
Klien
biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien
biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8)
Pemeriksaan fisik
a)Keadaan umum
(1)
Kesadaran : umumnya mengelami
penurunan kesadaran
(2)
Suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
(3)
Tanda-tanda vital : tekanan
darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b)
Pemeriksaan integumen
(1)
Kulit : jika klien kekurangan
O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan
jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
(2)
Kuku : perlu dilihat adanya
clubbing finger, cyanosis
(3)
Rambut : umumnya tidak ada
kelainan
c)
Pemeriksaan kepala dan leher
(1)
Kepala : bentuk normocephalik
(2)
Muka : umumnya tidak simetris
yaitu mencong ke salah satu sisi
(3)
Leher : kaku kuduk jarang
terjadi (Satyanegara, 1998)
d)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan
suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e)
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik
usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f)
Pemeriksaan inguinal,
genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia
atau retensio urine
g)
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan
pada salah satu sisi tubuh.
h)
Pemeriksaan neurologi
(1)
Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
(2)
Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi
kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(3)
Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
(4)
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi
yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
9)
Pemeriksaan penunjang
a)Pemeriksaan radiologi
(1)
CT scan : didapatkan hiperdens
fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi
Widjaja, 1993)
(2)
MRI : untuk menunjukkan area
yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
(3)
Angiografi serebral : untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
(Satyanegara, 1998)
(4)
Pemeriksaan foto thorax : dapat
memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. (Jusuf
Misbach, 1999)
b)
Pemeriksaan laboratorium
(1)
Pungsi lumbal : pemeriksaan
likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu
hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
(2)
Pemeriksaan darah rutin
(3)
Pemeriksaan kimia darah : pada
stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg
dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
(4)
Pemeriksaan darah lengkap :
unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)
b
Analisa data
Analisa
data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,
mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik
kesimpulan.
c
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang
nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah
pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi. (Lismidar, 1990)
1)
Gangguan perfusi jaringan otak
yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)
2)
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995)
3)
Gangguan persepsi sensori
berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan penglihatan ( Donna D.
Ignativicius, 1995)
4)
Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995)
5)
Gangguan eliminasi
alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak
adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6)
Resiko gangguan nutrisi
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
7)
Kurangnya pemenuhan perawatan
diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
8)
Resiko gangguan integritas
kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)
9)
Resiko ketidakefektifan
bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan
menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
10)
Gangguan eliminasi uri
(inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi pada upper motor neuron (Lynda
Juall Carpenito, 1998)
2
Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan
intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah
untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan
perencanaan keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa
keperawatan,penetuan tujuan, penetapan kriteria hasil dan menntukan intervensi
keperawatan.
Rencana
keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
a
Gangguan perfusi jaringan otak
yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral
1)
Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai
secara optimal
2)
Kriteria hasil :
-
Klien tidak gelisah
-
Tidak ada keluhan nyeri kepala,
mual, kejang.
-
GCS 456
-
Pupil isokor, reflek cahaya (+)
-
Tanda-tanda vital normal(nadi :
60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
3)
Rencana tindakan
a)
Berikan penjelasan kepada
keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya
b)
Anjurkan kepada klien untuk bed
rest totat
c)
Observasi dan catat tanda-tanda
vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
d)
Berikan posisi kepala lebib
tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
e)
Anjurkan klien untuk
menghindari batukdan mengejan berlebihan
f)
Ciptakan lingkungan yang tenang
dan batasi pengunjung
g)
Kolaborasi dengan tim dokter
dalam pemberian obat neuroprotektor
4)
Rasional
a)
Keluarga lebih berpartisipasi
dalam proses penyembuhan
b)
Untuk mencegah perdarahan ulang
c)
Mengetahui setiap perubahan
yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
d)
Mengurangi tekanan arteri
dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
e)
Batuk dan mengejan dapat
meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
f)
Rangsangan aktivitas yang
meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenagngan
mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik / perdarahan lainnya
g)
Memperbaiki sel yang masih
viabel
b
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
1)
Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas
fisik sesuai dengan kemampuannya
2)
Kriteria hasil
-
Tidak terjadi kontraktur sendi
-
Bertabahnya kekuatan otot
-
Klien menunjukkan tindakan
untuk meningkatkan mobilitas
3)
Rencana tindakan
a)
Ubah posisi klien tiap 2 jam
b)
Ajarkan klien untuk melakukan
latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c)
Lakukan gerak pasif pada
ekstrimitas yang sakit
d)
Berikan papan kaki pada
ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e)
Tinggikan kepala dan tangan
f)
Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuklatihan fisik klien
4)
Rasional
a)
Menurunkan resiko terjadinnya
iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
b)
Gerakan aktif memberikan massa,
tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
c)
Otot volunter akan kehilangan tonus dan
kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
c
Gangguan persepsi sensori
baerhubungan dengan penurunan sensori penurunan penglihatan
1)
Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik
secara optimal.
2)
Kriteria hasil :
-
Adanya perubahan kemampuan yang
nyata
-
Tidak terjadi disorientasi
waktu, tempat, orang
3)
Rencana tindakan
a)
Tentukan kondisi patologis
klien
b)
Kaji gangguan penglihatan
terhadap perubahan persepsi
c)
Latih klien untuk melihat suatu
obyek dengan telaten dan seksama
d)
Observasi respon perilaku
klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat
e)
Berbicaralah dengan klien
secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek
4)
Rasional
a)
Untuk mengetahui tipe dan
lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
b)
Untuk mempelajari kendala yang
berhubungan dengan disorientasi klien
c)
Agar klien tidak kebingungan
dan lebih konsentrasi
d)
Untuk mengetahui keadaan emosi
klien
e)
Untuk memfokuskan perhatian
klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.
d
Gangguan komunikasi verbal yang
berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
1)
Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2)
Kriteria hasil
-
Terciptanya suatu komunikasi
dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
-
Klien mampu merespon setiap
berkomunikasi secara verbal maupun isarat
3)
Rencana tindakan
a)
Berikan metode alternatif
komunikasi, misal dengan bahasa isarat
b)
Antisipasi setiap kebutuhan
klien saat berkomunikasi
c)
Bicaralah dengan klien secara
pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”
d)
Anjurkan kepada keluarga untuk
tetap berkomunikasi dengan klien
e)
Hargai kemampuan klien dalam
berkomunikasi
f)
Kolaborasi dengan fisioterapis
untuk latihan wicara
4)
Rasional
a)
Memenuhi kebutuhan komunikasi
sesuai dengan kemampuan klien
b)
Mencegah rasa putus asa dan
ketergantungan pada orang lain
c)
Mengurangi kecemasan dan
kebingungan pada saat komunikasi
d)
Mengurangi isolasi sosial dan
meningkatkan komunikasi yang efektif
e)
Memberi semangat pada klien
agar lebih sering melakukan komunikasi
f)
Melatih klien belajar bicara
secara mandiri dengan baik dan benar
e
Kurangnya perawatan diri
berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
1)
Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2)
Kriteria hasil
-
Klien dapat melakukan aktivitas
perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
-
Klien dapat mengidentifikasi
sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
3)
Rencana tindakan
a)
Tentukan kemampuan dan tingkat
kekurangan dalam melakukan perawatan diri
b)
Beri motivasi kepada klien
untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
c)
Hindari melakukan sesuatu untuk
klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai
kebutuhan
d)
Berikan umpan balik yang positif
untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
e)
Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi/okupasi
4)
Rasional
a)
Membantu dalam
mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
b)
Meningkatkan harga diri dan
semangat untuk berusaha terus-menerus
c)
Klien mungkin menjadi sangat
ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat
dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak
mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan
pemulihan
d)
Meningkatkan perasaan makna
diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
e)
Memberikan bantuan yang mantap
untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat
penyokong khusus
f
Resiko gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
1)
Tujuan
Tidak terjadi
gangguan nutrisi
2)
Kriteria hasil
-
Berat badan dapat
dipertahankan/ditingkatkan
-
Hb dan albumin dalam batas
normal
3)
Rencana tindakan
a)
Tentukan kemampuan klien dalam
mengunyah, menelan dan reflek batuk
b)
Letakkan posisi kepala lebih
tinggi pada waktu, seama dan sesudah makan
c)
Stimulasi bibir untuk menutup
dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu
jika dibutuhkan
d)
Letakkan makanan pada daerah
mulut yang tidak terganggu
e)
Berikan makan dengan berlahan
pada lingkungan yang tenang
f)
Mulailah untuk memberikan makan
peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
g)
Anjurkan klien menggunakan
sedotan meminum cairan
h)
Anjurkan klien untuk
berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i)
Kolaborasi dengan tim dokter
untuk memberikan ciran melalui iv atau
makanan melalui selang
4)
Rasional
a)
Untuk menetapkan jenis makanan
yang akan diberikan pada klien
b)
Untuk klien lebih mudah untuk
menelan karena gaya gravitasi
c)
Membantu dalam melatih kembali
sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d)
Memberikan stimulasi sensori
(termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan
meningkatkan masukan
e)
Klien dapat berkonsentrasi pada
mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
f)
Makan lunak/cairan kental mudah
untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
g)
Menguatkan otot fasial dan dan
otot menelan dan merunkan resiko terjadinya tersedak
h)
Dapat meningkatkan pelepasan
endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i)
Mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu melalui mulut
g
Gangguan eliminasi alvi
(konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
1)
Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2)
Kriteria hasil
-
Klien dapat defekasi secara
spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
-
Konsistensifses lunak
-
Tidak teraba masa pada kolon (
scibala )
-
Bising usus normal ( 15-30 kali
permenit )
3)
Rencana tindakan
a)
Berikan penjelasan pada klien
dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b)
Auskultasi bising usus
c)
Anjurkan pada klien untuk makan
maknanan yang mengandung serat
d)
Berikan intake cairan yang
cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
e)
Lakukan mobilisasi sesuai
dengan keadaan klien
f)
Kolaborasi dengan tim dokter
dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)
4)
Rasional
a)
Klien dan keluarga akan
mengerti tentang penyebab obstipasi
b)
Bising usu menandakan sifat
aktivitas peristaltik
c)
Diit seimbang tinggi kandungan
serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler
d)
Masukan cairan adekuat membantu
mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi
reguler
e)
Aktivitas fisik reguler
membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu
makan dan peristaltik
f)
Pelunak feses meningkatkan
efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu
eliminasi
h
Resiko gangguan integritas
kulit berhubungan dengan tirah baring lama
1)
Tujuan
Klien
mampu mempertahankan keutuhan kulit
2)
Kriteria hasil
-
Klien mau berpartisipasi
terhadap pencegahan luka
-
Klien mengetahui penyebab dan
cara pencegahan luka
-
Tidak ada tanda-tanda kemerahan
atau luka
3)
Rencana tindakan
a)
Anjurkan untuk melakukan
latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
b)
Rubah posisi tiap 2 jam
c)
Gunakan bantal air atau
pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d)
Lakukan massage pada daerah
yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
e)
Observasi terhadap eritema dan
kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan
tiap merubah posisi
f)
Jaga kebersihan kulit dan
seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
4)
Rasional
a)
Meningkatkan aliran darah
kesemua daerah
b)
Menghindari tekanan dan
meningkatkan aliran darah
c)
Menghindari tekanan yang
berlebih pada daerah yang menonjol
d)
Menghindari kerusakan-kerusakan
kapiler-kapiler
e)
Hangat dan pelunakan adalah
tanda kerusakan jaringan
f)
Mempertahankan keutuhan kulit
i
Resiko terjadinya
ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan menurunnya
refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1)
Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2)
Kriteria hasil :
-
Klien tidak sesak nafas
-
Tidak terdapat ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan
-
Tidak retraksi otot bantu
pernafasan
-
Pernafasan teratur, RR 16-20 x
per menit
3)
Rencana tindakan :
a)
Berikan penjelasan kepada klien
dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas
b)
Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c)
Berikan intake yang adekuat
(2000 cc per hari)
d)
Observasi pola dan frekuensi
nafas
e)
Auskultasi suara nafas
f)
Lakukan fisioterapi nafas
sesuai dengan keadaan umum klien
4)
Rasional :
a)
Klien dan keluarga mau
berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b)
Perubahan posisi dapat
melepaskan sekret darim saluran pernafasan
c)
Air yang cukup dapat
mengencerkan sekret
d)
Untuk mengetahui ada tidaknya
ketidakefektifan jalan nafas
e)
Untuk mengetahui adanya
kelainan suara nafas
f)
Agar dapat melepaskan sekret
dan mengembangkan paru-paru
j
Gangguan eliminasi uri
(incontinensia uri) yang berhubungan dengan kehilangan tonus kandung kemih,
kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.
1)
Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi
urinya
2)
Kriteria hasil :
-
Klien akan melaporkan penurunan
atau hilangnya inkontinensia
-
Tidak ada distensi bladder
3)
Rencana tindakan :
a)
Identifikasi pola berkemih dan
kembangkan jadwal berkemih sering
b)
Ajarkan untuk membatasi masukan
cairan selama malam hari
c)
Ajarkan teknik untuk
mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan suprapubik,
manuver regangan anal)
d)
Bila masih terjadi
inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang telah
direncanakan
e)
Berikan penjelasan tentang
pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada
kontraindikasi)
4)
Rasional :
a)
Berkemih yang sering dapat
mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih
b)
Pembatasan cairan pada malam
hari dapat membantu mencegah enuresis
c)
Untuk melatih dan membantu pengosongan
kandung kemih
d)
Kapasitas kandung kemih mungkin
tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga memerlukanuntuk lebih sering
berkemih
e)
Hidrasi optimal diperlukan
untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
3
Pelaksanaan
Pelaksanaan
asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan
yang diberikan pada klien.
4
Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang
di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim
kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan,
patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai
apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang. (Lismidar, 1990)
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian
Neurologi FKUI /RSCM,UCB Pharma
Indonesia, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Diknakes,
Jakarta.
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta.
Harsono, 1996, Buku
Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Harsono, 2000, Kapita
Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC,
Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process
Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company,
Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process
Approach, 2nd edition,
W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke : Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu Penyakit
Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Juwono, T., 1996, Pemeriksaan
Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.
Lismidar, 1990, Proses
Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku
II, EGC, Jakarta.
Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf
Indonesia, Surabaya.
Satyanegara, 1998, Ilmu
Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan
Baru Millenium III, Bangkalan.
Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit
Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar